Fenomena Sound Horeg di Kabupaten Jember selama ini selalu diidentikkan dengan gangguan kebisingan. Namun, tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) Universitas Jember (UNEJ) berhasil mengungkap perspektif baru: Sound Horeg adalah aset ekonomi kreatif yang terabaikan sekaligus penanda kekosongan kebijakan tata ruang terintegrasi di perkotaan.
Kajian multidimensi ini berhasil menarik pendanaan dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) sebagai salah satu PKM terbaik nasional, membuktikan urgensi temuan ini bagi tata kelola kota dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Ketua Tim PKM-RSH, Tegar Tri Wibowo dari Fakultas Teknik,
menegaskan, "Kami membuktikan bahwa Sound Horeg adalah fenomena
multidimensi. Tanpa regulasi berbasis data, ia mengancam kenyamanan (SDG 3
& 11). Namun, dengan regulasi yang tepat, potensi ekonomi kreatifnya dapat
dioptimalkan (SDG 8)."
Dosen Pembimbing, Ir. Alifan Cahyana, S.T., M.Sc,
menambahkan bahwa riset ini menggabungkan analisis spasial teknik dengan
dimensi sosial-humaniora, menjadikannya solusi tata ruang yang adaptif.
Analisis
Spasial dan Policy Gap
Penelitian yang berlangsung di tiga
kecamatan perkotaan (Patrang, Sumbersari, dan Kaliwates) ini menggunakan metode
campuran dan merupakan yang pertama mengintegrasikan analisis spasial
(keruangan) dengan dimensi sosial-budaya.
Tim Tegar menggunakan Sound Level
Meter yang datanya diolah menggunakan rumus Inverse Square Law
berbasis GIS untuk menghasilkan Peta
Radius Paparan Kebisingan (Noise Buffer Map). Peta ini memetakan
secara presisi area yang terdampak kebisingan ekstrem (95–125 dB), jauh di atas
ambang batas aman (55–85 dB).
Hasilnya menunjukkan, meski 61%
masyarakat terganggu, 25% lainnya
bersikap toleran, yang mengindikasikan adanya adaptabilitas sosial.
Temuan ini lantas menegaskan adanya policy gap yang
signifikan—ketidakmampuan Pemerintah Daerah mengintegrasikan regulasi tata
ruang dengan pengendalian kebisingan dan peluang ekonomi kreatif.
Luaran
Strategis
Riset ini menemukan bahwa selain
menimbulkan gangguan fisik (seperti retak genteng dan kesulitan tidur) yang
menurunkan Kualitas Hidup Masyarakat Perkotaan (UQoL), Sound Horeg
secara implisit menggerakkan sub-sektor
ekonomi kreatif (penyewaan alat, event organizer, industri
modifikasi) yang luput dari perhatian kebijakan.
Luaran utama dari riset ini adalah Policy Brief dan Rancangan Dasar Regulasi yang
menawarkan solusi kebijakan adaptif dan berkeadilan, didukung oleh data
spasial. Tim berharap temuan ini dapat segera diimplementasikan sebagai solusi
nyata bagi Pemerintah Kabupaten Jember.


